NAMA DIANTARA KITA :
KH.
AHMAD SYADZALI
KH. Ahmad Sadzali, pejuang
muhammadiyah tanpa pamrih dari Muntilan ini adalah mantan tentara lascar
Hisbullah. Ketika Clash I tahun 1948 ia ikut menumpas penjajahan belanda
wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia tergabung dalam Batlayon
426 yang dikenal dengan “Batlayon Munawar”. Ia bersama rombongannya mendapat tugas
menyerang musuh denagn cara grilya di hutan-hutan di pegunungan, hingga pihak
Belanda bertekuk lutut. Pada tahun 1965 ketika gestapu PKI meletus, Sadzali
aktif lagi dalam Laskar Hisbullah dan bergabung dengan pasukan RPKAD (Resimen
Para Komando Angkatan Darat) sebagai komando penghubung. Syadzali saat itu
dipersenjatai Granat bandul dan senjata laras panjang milik RPKAD. Senjata
tersebut merupakan hasil rampasan perang pada saat tentara kita mengusir
penjajah jepang. Sebagai komando penghubung antar laskar Hisbullah denagn
pasukan RPKAD ia ikut menumpas PKI di Wilayah Gunung Kidul
Syadzali yang lahir di Magelang pada
tahun 1923, semasa hidupnya ia mendapat penghargaan sebagai pejuang kemerdekaan
dan veteran dari LVRI pusat. Setelah pension dari veteran, Syadzali mewakafkan
dirinnya untuk Muhammadiyah, ia mendirikan Ranting Muhammadiyah Tamanagung II
tahun 1977 dan menjadi ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah periode pertama
hingga akhir tahun 1985. Muhammadiyah di Taman Agung, Muntilan, Magelang
bannyak mendapat tantangan, karena berada di tengah-tengah warga Nahdhiyin yang
mayoritas di Taman Agung II . hal itu bias dilihat ketika anak dan menantunnya
meninggal dunia tidak ada warga sekitar yang datang untuk Takziah atau Melayat,
tetapi Syadzali tidak merasa getir dan sakit hati. Ia justru rajin melakukan
silaturahmi kepada masyarakat dan lingkungannya. Ia bahkan member contoh
tauladan dan tidakan nyata melalui dakwah bil hal. Selang beberapa tahun kemudian
banyak warga masyarakat yang mengikuti perjuangannya, termasuk warga Nahdiyyin
berkiblat kepada Kiyai Syadzali.
Tak cuma itu, ia terus berjuang
ikut mengembangkan Muhammadiyah di Kabupaten Magelang, bahkan sebidang tanah
miliknya diwakafkan kepada PDM magelang seluas1.350
m². tanah tersebut yang
rencananya untuk asrama bagi siswa kelas 3 SMA Muhammadiyah. Namun sudah sekian
tahun tanah itu terbengkalai tidak segera dimanfaatkan oleh PDM. Maka tanah itu
diambil alih kembali oleh KH. Ahmad Syadzali kemudian dibangun gedung tiga
lantai, gedung itu rencananya untuk Pondok Pesantren Muhammadiyah, lantai dasar
gedung tersebut telah menelan biaya sebesar Rp 450.000.000 ,- pondok pesantren
itu bernama “Darul Mujahidin” yang member nama tersebut adalah KH. Ahmad Azhar
Basyir, ketua PP Muhammadiyah.
KH. Ahmad Syadzali selain berjuang
membangun amal usaha juga mengajar bahasa Arab di berbagai lembaga pendidikan
dan sekolah Muhammadiyah, di samping sebagai Mubaligh keliling. Ia setiap malam
mengisi pengajian di berbagai tempat, ada sekitar 40 kelompok pengajian, setiap
hari Sabtu dan minggu pagi juga mengisi pengajian Akbar di berbagai masjid di
daerah Magelang dan sekitarnya.
Syadzali mempunyai 7 orang anak,
seluruhnya sudah berkeluarga dan bekerja. Di samping sebagai tokoh pejuang
muhammadiyah, oleh sebagian masyarakat dianggap memiliki kelebihan ilmu,yakni
berusaha menyembuhkan orang sakit melalui do’a, berbagai macam penyakit dan
liver, paru-paru, asma darah tinggi hingga sejumlah penyakit kronis lainnya
bias di upayakan kesembuhhannya. Bahkan mereka yang tidak bias memiliki
keturunan juga bias di tolong dengan do’a. untuk itu berbagai kalangan bannyak
yang datang kepadanya sehingga masalah yang ada bias di selesaikan.
KH. Ahmad Syadzali pernah menjadi
Direktur Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah “Al Iman” tahun 1953, pengalaman itu
kemudian ia kembangkan untuk mendirikan lembaga pendidikan seperti TK ABA, MTs
Muhammadiyah dan Pondok Pesantren. Telah direncanakan Ranting Muhammadiyah
Taman Agung akan mendirikan Klinik Kesehatan, yang menempati tanah seluas 1000
meter di belakang pondok Pesantren “Darul Mujahidin” Muhammadiyah. Yang perlu
di cermati adalah aktivitas ranting Muhamadiyah Taman Agung yang berada di
tengah tengah warga Nadhiyyin justru semakin kuat dan amla usahanya bias terus
berkembang. Karena menggerakan muhammadiyah dengan silaturahmi dan hati yang
ikhlas, tanpa pamrih dan selalu berserah diri pada Allah SWT.
Sumber
: majalah SUARA Muhammadiyah edisi 16-31
Desember 2007
: oleh TON MARTONO
Komentar
Posting Komentar